Mungkin saat ini jutaan rakyat Indonesia sedang mengucapkan
syukur atas harga bahan bakar minyak (BBM) yang tidak jadi dinaikkan oleh
pemerintah berdasarkan penolakan oleh DPR.
Dari rangkaian peristiwa ini terselip sebuah pertanyaan, kenapa pemerintah
ingin menaikkan BBM dan kemudian tiba-tiba tidak jadi?
Harga minyak dunia yang semakin mengkhawatirkan sejak isu perang
merupakan salah satu alasan yang ‘mungkin’ bisa membenarkan kenaikan harga BBM
oleh pemerintah. Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menjelaskan, pergerakan harga minyak
mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ ICP) terus menunjukkan grafik
kenaikan sejak Desember 2011. Pada Desember 2011, harga ICP sebesar US$ 110 per
barel. Kemudian, pada Januari 2012, harga ICP terus naik menyentuh angka US$
115 per barel.
Pada Februari 2012, harga terus melonjak drastis pada Februari menjadi US$ 122/barel.
Pada Februari 2012, harga terus melonjak drastis pada Februari menjadi US$ 122/barel.
Namun sepertinya para pemimpin kita tidak melihat kebawah
apa yang akan terjadi dengan kenaikan harga (pengurangan subsidi) tersebut,
terutama dampak terhadap rakyat kecil yang akan langsung berhadapan dengan
kesulitan ekonomi yang lebih parah.
Dalam menghadapi kenaikan harga minyak dunia, rakyat ‘kecil’
di Indonesia dijanjikan dengan subsidi langsung untuk meringankan hidup
mereka. Bukankah ini sebuah upaya yang
akan semakin memanjakan rakyat, dan bahkan mungkin menghina rakyat.
Kenapa subsidi langsung tersebut tidak diarahkan kepada
perbaikan fasilitas umum dan infrastruktur di berbagai daerah, sehingga rakyat
kecil akan lebih mudah mendapatkannya. Seperti
sekolah, jalan, pasar, dan lain-lain,
paling tidak walapun harga BBM mahal para petani yang kebanyakan masih berada
di bawah garis kesejahteraan dapat memasarkan produknya, anak-anak yang jauh
dari sekolah bisa pergi kesekolah yang lebih dekat.
Mari kita lihat kondisi negara kita saat ini, Pernyataan
Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan 60% atau 50,15 juta orang pekerja
yang dibayar (karyawan) di Indonesia masih berpenghasilan rendah (Rata-rata
penghasilan mereka US$ 2.284 per tahun) membuktikan hal itu. Jika setiap
pekerja menanggung seorang istri dan 2 anak, maka setiap orang pendapatannya
cuma US$ 1,5/orang/hari. Secara matematis, lebih dari 75% rakyat
Indonesia penghasilannya di bawah dari US$ 2/orang/hari!
Kasus korupsi hampir semuanya masih abu-abu, kasus Century
yang sudah jarang kita dengar perkembangannya, kasus suap pemilihan deputy Bank
Indonesia, kasus wisma atlet yang menyeret beberapa nama di DPR. Kondisi-kondisi
ini membuat pemerintah dan wakil rakyat semakin kehilangan kepercayaan dari
rakyat, bahkan mungkin akan menyebabkan rakyat menjadi apatis terhadap politik.
Menyikapi penundaan kenaikan harga BBM hasil sidang DPR, apakah
kita harus sangat berterima kasih kepada para anggota dewan yang terhormat? Sejak diumumkan ke publik, berita kenaikan
BBM menjadi topik utama di berbagai media, warung kopi, hingga rumah
tangga. Namun sadarkah kita bahwa isu kenaikan BBM ini
telah membawa kita menjauh dari kasus-kasus yang sebenarnya juga sangat
memiskinkan negara ini? Dan sekarang
saat harga BBM tidak jadi dinaikkan, kita akan semakin jauh dari kasus-kasus
tersebut karena mungkin akan banyak rakyat yang menganggap mereka sebagai
pahlawan rakyat yang berhasil memperjuangkan nasibnya.
Sidang paripurna di DPR telah menunjukkan kepada kita bahwa
politik memang kejam, dan setiap orang atau kelompok senantiasa mencari
kesempatan untuk kepentingan mereka masing-masing. Kepentingan mereka adalah persepsi rakyat
terhadap mereka. Selanjutnya, yang sebaiknya
kita lakukan sekarang adalah tetap berpikir logis dan tidak terbawa satu isu
yang akan mengendapkan isu sebelumnya yang juga penting sehingga terhindar dari
pembohongan yang membawa kita ke hidup yang lebih sulit.
Bacaan:
Post a Comment for "BBM tidak jadi naik?"