Petualangan di desa Wisata Cinangneng (2)

...(sebelumnya).
Satu-persatu kami menyebrangi sungai, sementara sebagian menyebrang, sebagian yang lain menyirami badan yang sedang menyebrang. Perjuangan untuk menyebrangi sungai ini menjadi perjuangan melatih kesabaran karena terus disiram. Sehingga, walaupun tidak jatuh, yang menyebrang tetap basah pakaiannya.
Diujung tali seberang sungai seekor kerbau berendam dalam air sungai Cianangneng yang tidak terlalu deras. 

Beberapa orang pegewai guest house berdiri disamping si kerbau yang sedang hamil. Inilah bagian yang paling kami nanti-nantikan, ritual memandikan kerbau (bukan ritual religi). Semua peserta vacation ini pun langsung mengerubuti kerbau tersebut, tanpa sadar bahwa si kerbau sedang hamil. Mudah-mudahan kerbaunya tidak keguguran.Sebenarnya kerbau sudah jarang digunakan untuk mengolah sawah, memandikan kerbau ini hanya bagian dari atraksi dari kampung wisata Cinangneng.

Dalam keadaan basah-basah, perserta kembali ke guest house untuk membersihkan badan. Didekat bangunan guest house disediakan tempat membersihkan diri dengan air mancur yang keluar dari pipa yang dibuat seperti bambu. Setelah membersihkan diri di bawah air mancur, kita dapat berenang di kolam renang yang letaknya tidak jauh dari air mancur tadi. Kolam renang ini sudah termasuk bagian dari fasilitas yang disediakan pengelola.

Puas berenang di kolam renang yang seolah-olah private itu, kami kembali ke teras guest house. Di depan ruang dapur telah disediakan paket-paket makan siang di atas sebuah meja panjang. Aroma ayam goreng begitu menggugah selera, tanpa banyak bicara masing-masing langsung mengambil jatah nasinya. Ikan asin bulu ayam, sambal yang sangat nendang (sedap), ayam goreng, lalapan daun kemangi dan poh-pohan, dalam sebuah wadah yang terbut dari rotan, sangat tradisional. Saya sendiri sudah sangat jarang sekali makan seperti ini, terasa sangat nikmat. Apalagi dari pagi sudah cukup jauh berjalan di desa.

Perut sudah diisi dengan makanan tradisional yang 90% alami (membayangkan!). Tubuh terasa berat, tapi perjalanan masih panjang, masih ada beberapa kegiatan yang harus dijalani. Waktu istirahat siang kami manfaatkan untuk berfoto di halaman guest house, walaupun cuaca panas, tidak mengurangi semangat kami untuk mengeluarkan salah satu sisi kepribadian kami sebagai manusia (narsisisme).

Dalam waktu singkat (selama kami berfoto-foto), meja yang tadinya dipenuhi piring-piring makan siang kami telah berganti menjadi perlengkapan membuat kue. Kue? Benar, kami akan membuat kue, anehnya kue yang akan kami buat adalah kue BUgis, padahal kami sedang di kampungnya masyarakat Sunda. Mungkin sama saja dengan kalau anda ke Medan (Sumatra Utara), kotanya Medan tapi kuenya Bika Ambon). Perlangkapan dan bahannya sederhana, dan tugas kami pun sederhana, tinggal mencampurkan bahan yang telah disediakan dan mencetak kuenya dengan sebuah mangkok kecil yang juga telah disediakan oleh pengelola juga (kalau mau tau resepnya gugling aja ya). Setelah kue mendapatkan bentuknya, kue tinggal di rebus oleh pengelola dan kami melanjutkan kegiatan untuk nanti kembali lagi dan menyantap kue yang kami buat dengan cinta sepenuh hati. Selain membuat kue, kami juga belajar membuat bubuk air jahe, caranya juga sederhana. Setelah mempraktekan beberapa langkah dalam membuat bubuk air jahe, kami disuguhi air jahe yang telah jadi. Hangat dan segar.

Kue telah dibuat, kami siap untuk menari (apa hubungannya ya?). Mungkin pembaca pernah mendengar tentang tari jaipong, tari Jaipong adalah tarian tradisional masyarakat Sunda. kegitan kami di kampung Wisata Cinangneng  yang selanjutnya adalah kursus kilat tari jaipong, walaupun dibisa-bisakan saja, latihan menari ini asik juga. Kami sempat juga bergaya dengan pakaian sunda walaupun hanya di kepala. Dengan dipimpin seorang penari Jaipong yang profesioanal, kami pun melangkah kekanan-kekiri, kedepan kebelakang, dan memainkan bahu naik-turun kiri-kanan. pengalaman yang cukup berkesan, baru ini saya belajar menari.

Padepokan jaipongan telah kami tinggalkan, selanjutnya kami bergerak ke halaman guest house tempat kami berfoto-foto waktu istirahat tadi. Kami menuju sebuah gazebo yang di mejanya tergeletak beberapa ikat daun singkong yang hampir mengering. Heran juga melihat daun-daun tersebut, untuk apa ya? Ternyata daun-daun tersebut adalah salah satu mainan anak-anak di kampung-kampung sunda di Jawa Barat. Daun-daun tersebut digunakan untuk membuat wayang, terbayangkah di benak kalian? Saya sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana bentuk wayangnya. Dan ternyata, wayang daun singkong inilah agenda kami selanjutnya. Saya hanya mengikuti petunjuka dari "mamang" yang menjadi guide kami, dan jadilah, sebuah wayang yang "seadanya".

Cukup dengan wayang, kami beranjak ke bagian belakang guest house. Di sebuah pendopo telah disiapkan beberapa topi caping kecil, topi caping-toping tersebut adalah korban kami selanjutnya. Dengan tinta air berwarna-warni kami  menulis diatas caping tersebut, tema tulisannya adalah Cinangneng Bogor2012. Dengan kreatifitas kami yang super sekali, jadilah lukisan-lukisan horor berwarna-warni diatas caping-caping tersebut. Caping-caping ini kelak akan menjadi salah satu kenangan kami bahwa kami pernah datang ke kampung Wisata Cinangneng yang indah Permai.

Dari pendopo tempat kami menganiaya caping, kami mendengar suara-suara gamelan yang sangat menarik. ada kesan menenangkan dari musik gamelan tersebut. Caping kami tinggalkan di bawah terik matahari, gamelan tersebut tujuan kami. Masing-masing langsung ambil posisi, memilih alat musiknya masing-masing (saya lupa dengan nama-nama alatnya). Dengan dibantu notasi angka yang tidak terlalu sulit dari mamang, kami mulai memukul-mukul alat-alat musik yang semuanya ini adalah alat musik pukul. Terdengarlah alunan musik yang menandai selesainya rangkaian kegiatan kami dari pagi yang dimulai dengan angklung dan diakhiri dengan musik gamelan.

Setelah menerima kenang-kenangan berupa sertifikita kunjugan, kami berpamitan ke pada mamang-mamang untuk kembali kerumah masing-masing. Laporan praktikum kunjungan telah menunggu untuk di kerjakan.

Post a Comment for "Petualangan di desa Wisata Cinangneng (2)"