Imah Baduy (Rumah Orang Baduy)



Kehidupan masyarakat tradisional pada umumnya sangat tergantung kepada kekuatan naluri alamiah mereka dalam menyesuaikan serta menyelaraskan diri dengan alam dan lingkungannya. Kearifan lokal yang mereka ekspresikan memiliki nilai kemutakhiran yang sangat tinggi sehingga masih mampu memberikan manfaat hingga dewasa ini. Salah satu bentuk apresiasi nilai budaya masyarakat tradisional adalah pada bentuk vernakular suku Baduy Dalam di Kampung Cibeo. Nilai kearifan budaya Sunda diinterpretasi secara jelas dalam bentuk dan gaya bangunan rumah tinggal yang sangat sederhana tetapi begitu bersahaja.

Imah (rumah) yang dibangun berdasarkan naluri alamiah sebagai manusia yang membutuhkan tempat berlindung dari gangguan alam dan binatang buas, serta acuan filosofi hidup yang membuat masyarakat Baduy semakin terlihat bersahaja, “pondok teu meunang disambung, nu panjang teu meunang dipotong” (yang pendek tak boleh disambung dan yang panjang tak boleh dipotong). Maknanya, orang Baduy pada dasarnya menerima alam sebagaimana adanya.  .
Tata Kawasan Kampung Baduy Dalam (Dok. Dahlan)
Penataan kawasan pemukiman masyarakat Baduy dilakukan tanpa merubah struktur alam. Mereka tidak pernah berusaha mengubah atau mengolah keadaan lahan seperti ngelelemah taneuh, disaeuran, atau diratakeun (cut and fill) untuk kepentingan pembangunan. Sebaliknya mereka berusaha memanfaatkan dan menyesuaikan dengan keadaan dan kondisi lahan yang ada. Hasil dari interaksi tersebut berupa lanskap pemukiman yang alami dan selaras dengan alam dan lingkungannya. Imah Baduy tersusun rapi mengikuti kontur yang ada dengan kesamaan bentuk dan struktur bagunan yang tersusun harmoni. Imah Baduy termasuk ke dalam jenis bangunan bongkar pasang dan siap pakai (knock down and ready to use). Pembangunan diawali dengan menyusun secara terpisah komponen rumah seperti atap, rangka bangunan, pintu, dinding, dsb. Setelah semua siap maka pemasangan dilakukan secara bertahap dan teratur dengan keterlibatan masyarakat sebagai cerminan kebersamaan dan gotong royong. Pemasangan tidak digunakan paku besi sebagai penguat, tetapi diikat  menggunakan tali awi temen atau dengan cara dipaseuk/dipasak.

Konstruksi utama yang berfungsi sebagai penahan beban berat seperti tiang, panglari, pananggeuy, dan lincar dipasang dengan cara dipaseuk menggunakan kayu. Konstruksi tersebut memiliki kelebihan dalam kekuatan dibandingkan menggunakan paku besi, terlebih jika kondisi kayu sudah mengering akan memberikan kekuatan lebih pada sambungan. Adapun komponen lainnya seperti bilik untuk dinding, rarangkit untuk atap, dan palupuh untuk lantai hanya diikat atau dijepit pada bambu atau kayu konstruksi utama. Dengan konstruksi demikian, imah Baduy memiliki daya redam gempa yang efektif karena konstruksi yang fleksibel dan elastis.



Bangunan imah Baduy berbentuk rumah panggung dengan ketinggian tiang penyangga disesuaikan dengan bentuk kontur. Tiang penyangga bertumpu pada batu kali untuk menjaga stabilitas bangunan. Batu kali merupakan salah satu komponen penting dari konstruksi imah Baduy. Batu kali digunakan sebagai alat konservasi tanah dan air yang disusun secara bertumpuk atau membentuk anak tangga. Selain dipakai untuk menahan kaki penyangga bangunan, batu kali digunakan untuk menahan struktur tanah pada jalur pedestrian, drainase, dsb. Imah Baduy hanya memiliki satu pintu masuk dan keluar yang ditutup dengan panto. Panto dibuat dari anyaman bambu dengan pola anyaman sarigsig (grid). Ukuran panto didasarkan pada kemudahan memasukan nyiru (alat menapi beras), sehingga ukuran lebar pintu diistilahkan sebagai sanyiru asup (masuk satu tampi). Sebagian besar masyarakat tidak mengunci pintu rumah, tetapi ada sebagian yang menggunaka kunci berupa talang kayu (tulak).



Pembagian ruang dalam (interior) dibagi menjadi tiga ruang utama, yaitu sosoro, tepas, dan imah. Sosoro difungsikan sebagai ruang penerima tamu. Letaknya di bagian depan bangunan dan memanjang searah lebar bangunan. Tepas merupakan ruang yang difungsikan sebagai ruang bersama baik untuk aktivitas makan, tidur, berbincang, bercanda, dsb. Letak tepas membujur searah panjang bangunan atau ke belakang dengan tanpa batas antara sosoro dan tepas. Adapun bagian inti dari imah Baduy adalah imah itu sendiri. Ruang imah memliki fungsi utama sebagai dapur (pawon) dan ruang tidur kepala keluarga (bapak dan ambu). Imah Baduy tidak memiliki fasilitas interior seperti tempat tidur, kursi tamu, meja makan, dsb. Masyarakat  Baduy tidur beralaskan tikar anyaman yang digunakan hanya pada saat tidur, setelahnya dilipat dan  simpan kembali. Makan, berbincang dan aktivitas indoor lainnya dilakukan langsung di lantai di atas  palupuh (bambu yang diregangkan) dengan posisi duduk sila untuk laki-laki dan emok untuk perempuan.

Foto dari atas ke bawah:
1. Kampung Baduy Luar
2. Tata kawasan kampung Baduy Dalam
3. Tata kawasan perumahan kampung Baduy Dalam
4. Arsitektur Imah Baduy
ditulis oleh
Mohammad Zaini Dahlan
Mahasiswa Arsitektur Lanskap IPB
Spesialisasi Pelestarian Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap