Siapa Lagi Kalau Bukan Kita

Banjir, tanah longsor, badai topan, pemanasan global dan berbagai permasalahan lingkungan lainnya semakin sering terjadi di berbagai sudut bumi ini. Bencana-bencara tersebut berbeda dengan letusan gunung berapi dan gempa bumi. Bencana selain letusan dan gempa bumi bisa kita katakan sedikit banyak adalah tanggung jawab manusia. Karena itu adalah tanggung jawab kita sebagai manusia untuk mencegah atau memperbaikinya. Pun, perbaikan tersebut adalah untuk spesies kita sendiri.

Kita - manusia - adalah yang bertanggung jawab atas kondisi rumah kita yang hanya satu ini. Berangkat dari pemikiran tersebut, Joel Redman dan beberapa orang rekannya membuat sebuah rangkaian kegiatan untuk mengajak semua orang untuk ikut ambil bagian dalam usaha penyelamatan bumi. Rangkaian pesan dan ajakan tersebut disampaikan dalam bentuk pameran foto dan pemutaran film dokumenter tentang orang-orang dalam mempertahankan kelestarian hutan dan lingkungannya. yang kuat dengan tema "Siapa Lagi Kalau Bukan Kita. Di Indonesia, rangkaian kegiatan tersebut diselenggarakan di Gedung Galeri Foto Jurnalistik Antara, Jakarta Pusat pada tanggal 10 hingga 18 Maret 2015.

Tanggal 11 Maret 2015 kemarin, saya dengan tenaga yang belum fully charged setelah sakit beberapa hari lalu mengajak Dinda mengunjungi pameran tersebut sekalian mengikuti diskusi terbuka tentang Pemetaan Partisipatif dan Masa Depan Satu Peta Indonesia yang dijadwalkan berlangsung pada pukul 15.00. Sayangnya, niat utama untuk mengikuti diskusi tersebut malah gagal karena saya salah paham dengan jadwal dan tidak bertanya dengan jelas kepada panitia di depan ruangan. Alhasil, sementara diskusi berjalan, saya dan dinda menikmati pameran foto diluar ruang diskusi.

Galeri Foto Siapa Lagi Kalau Bukan Kita
Kira-kira pukul 16.00 kami masuk tepat saat diskusi pemetaan tersebut berakhir, ada perasaan yang cukup menyesakkan, tapi sudahlah, kami tetap bersyukur dapat menikmati pameran foto tersebut dan mengikuti diskusi kedua yang membicarakan perlindungan hutan aceh yang berbasis penggunaan smartphone untuk investigasi kerusakan hutan.

Di akhir diskusi bersamaan dengan pemutaran film, saya sempat berdiskusi dengan Mas Irendra Radjawali. Pernah dengar namanya? Saya membaca beberapa berita tentang beliau di beberapa portal berita di internet. Beliau adalah seorang warga negara Indonesia yang bekerja sebagai dosen dan peneliti di Jerman. Saya sungguh tidak menyangka akan menemui orang besar di acara ini, ternyata Mas Radjawali adalah satu penggiat usaha perlindungan adat masyarakat yang difilmkan oleh Handcrafted (didirikan dan dioperasikan oleh Paul Redman). Sebenarnya Mas Radja memiliki area penelitian di Kalimantan Barat, namun untuk kegiatan yang difilmkan oleh Mas Paul adalah kegiatan yang dikerjakan di Kalimantan Timur.

Saat ngobrol, Mas Radja bercerita tentang penelitiannya bersama Swandiri Insititute yang menggunakan Drone untuk melakukan pemetaan partisipatif di berbagai wilayah desa di Kalimantan Barat. Penggunaan drone sangat efektif untuk memetakan wilayah desa atau wilayah adat yang umumnya berada pada daerah yang cukup remote dan membutuhkan sumber daya yang relatif besar jika dilakukan dengan tracking via jalur darat.

Tricopter Portable yang dibawa Mas Irendra Radjawali
Umumnya, teknologi drone adalah teknologi yang mahal, satu uni drone yang biasa dijual di pasaran berharga sekitar 200-300 juta rupiah, namun tidak dengan drone yang dirakit mas Radja dan teman-teman di Swandiri Institute. Biaya produksi sebuah drone hasil rakitan Swandiri Institute tidak lebih dari 10 juta rupiah. Mas Radja juga mengungkapkan bahwa teknologi ini akan digunakan sepenuhnya digunakan untuk kepentingan publik, terumata masyarakat adat atau masyarakat sekitar hutan yang berpotensi terancam oleh investasi-investasi besar yang ingin mengambil alih tanah adat dan masyarakat.

Mungkin ada yang bertanya kenapa drone yang dibuat mas Radja dan kawan-kawan bisa berharga sangat murah? Hal ini dikarenakan hanya otak, kamera dan motornya yang asli, sedangkan bagian lain dari drone seperti rangka dan body dirakit dari bahan-bahan yang cukup mudah di temukan seperti kayu dan gabus.

Kembali ke acara Siapa Lagi Kalau Bukan Kita, acara ini masih akan berlangsung hingga tanggal 18 Maret nanti, karena itu bagi teman-teman yang tertarik untuk melihat pameran foto dan diskusi menarik tentang masyarakat adat, silahkan melihat jadwalnya dibawah ini dan datang ke tkp di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Jakarta Pusat. Atau kalau mau informasi lebih lanjut, kalian bisa mengunjungi webnya, langsung di siapalagikalaubukankita.me atau ifnotusthenwho.me.


5 comments for "Siapa Lagi Kalau Bukan Kita"

  1. Replies
    1. Aamiin... ayo gan... ini acara terbuka untuk umum, siapa aja boleh masuk, free.... nambah ilmu tentang kearifan budaya masyarakat tradisional...

      Delete
  2. Yang muncul di benak saya begitu mbaca tulisan ini: "udah lama juga saya ngga pernah buka peta" :D :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. silahkan dibuka lagi petanya... mungkin mau travelling, ngeliat desa2 di pelosok nusantara... :D

      Delete
  3. Nice post, cuman terlambat baca kayaknya. tapi sangat terinspirasi

    ReplyDelete